Objek wisata ini terdiri dari kolam yang merupakan habitat ikan langka yang disebut Kancra Bodas (Labaebarbus Dournensis) yang mana ikan ini jarang dijumpai di daerah lain yang oleh masyarakat sekitar keramatkan dan disebut ikan Dewa. Masyarakat Kab Kuningan memiliki mitos ikan dewa yang terdapat di Masyarakat Kab Kuningan memiliki mitos ikan dewa yang terdapat di Balong Keramat di Kec Cigugur, Darmaloka, Desa Ragawacana Kec Kramatmulya. Desa Sidamulya dan Manis Kidul Kec Jalaksana serta di Kec Pasawahan. dan Ikan dewa oleh masyarakat sekitar tidak pernah diganggu. Apalagi dipancing untuk dikonsumsi. Mitos tersebut terpelihara sampai sekarang. Dampaknya, banyak wisatawan yang ingin berkunjung ke Kuningan sekedar ingin mengetahui ikan dewa. Padahal jenis ikannya sama dengan ikan emas. Hanya perbedaannya habitatnya berada di air bersuhu dingin dan berasal dari sumber mata air. Menurut sumber lisan masyarakat Keberadaan ikan dewa tidak terlepas dari Rama Haji Irengan. Salah satu ulama yang menyebarkan Islam di Kab Kuningan sekitar abad ke 15. Ia adalah seorang catrik (Santri) yang belajar agama Islam pada Sunan Gunung Djati di Cirebon. Dikirimnya Rama Haji Irengan, sebagai tindaklanjut penyebaran Islam di wilayah Kuningan sebelah selatan yang masih memeluk agama Hindu-Budha. Penyebarannya tidak saja di wilayah selatan. Namun ke utara pun dikerjakan. Mulai Kec Darma sampai Pasawahan. Saat penyebaran itu, Rama Haji Irengan membuat balong (kolam) sebagai tanda masyarakatnya sudah Islam. Membuat kolam itu dilakukannya dalam satu malam dan langsung ditanami ikan.
Ikan itu lah yang sampai sekarang disebut ikan dewa dan tidak boleh dimakan oleh siapa pun. Tapi ada sumber lain yang mengatakan sejarah terbentuknya daerah Cigugur. Sebelum lahir nama Cigugur, tempat itu acap disebut dengan nama Padara. Nama ini diambil dari nama seorang tokoh masyarakat, yaitu Ki Gede Padara, yang memiliki pengaruh besar di desa itu. Padara berasal dari kata padan dan tara yang artinya pertapa. Ki Gede Padara adalah seorang wiku yang konon lahir sebelum Kerajaan Cirebon berdiri, yaitu pada abad ke-12 atau ke-13.Ia memiliki ilmu tinggi, sehingga badannya transparan, bisa tembus pandang. Ki Gede Padara disebutkan hidup sezaman dengan tokoh dari Talaga, Pangeran Pucuk Umun, Pangeran Galuh Cakraningrat dari Kerajaan Galuh, dan Aria Kamuning yang memimpin Kajene atau Kuningan. Bahkan, mereka ini sebenarnya masih memiliki hubungan kekerabatan. Bedanya, Pucuk Umun, Galuh Cakraningrat, dan Aria Kamuning, disebut menganut agama Hindu, sementara Ki Gede Padara tak menganut agama apapun. Di usia tuanya, Ki Gede Padara berkeinginan untuk segera meninggalkan kehidupan fana. Namun, ia sendiri sangat berharap proses kematiannya seperti layaknya manusia pada umumnya. Berita tersebut terdengar oleh Aria Kamuning, penguasa Kajene atau Kuningan, yang kemudian menghadap kepada Syekh Syarif Hidayatullah. Atas laporan itu, Syekh Syarif Hidayatullah pun langsung bertemu dengan Padara. Syekh Syarif Hidayatullah merasa kagum dengan ilmu kadigjayan yang dimiliki oleh Ki Gede Padara. Dalam pertemuan itu Padara pun kembali mengutarakan keinginannya agar proses kematiannya seperti layaknya manusia biasa. Syekh Syarif Hidayatullah meminta agar Ki Gede Padara untuk mengucapkan dua kalimat syahadat, sebagai syaratnya. Syarat yang langsung dipenuhi Ki Gede Padara. Namun, baru satu kalimat yang terucap, Ki Gede Padara sudah sirna. Setelah Ki Gede Padara menghilang, Sarif Hidayatullah bermaksud mengambil air wudu. Namun, di sekitar lokasi tersebut sulit ditemukan sepercik air pun. Dengan meminta bantuan Allah SWT, dia pun menghadirkan guntur dan halilintar disertai hujan yang langsung membasahi bumi. Dari peristiwa inilah kemudian sebuah kolam tercipta. Kini, kolam yang dipakai untuk wudu Sunan Gunung Jati itu disebut Obyek Wisata Kolam Renang Cigugur, untuk ikan nya ada begitu saja. Itulah sebuah cerita tentang kolam renang Cigugur.